Lokasi: Sekolah Vokasi – Universitas Gadjah Mada
Waktu: Rabu, 25 September 2024 pukul 13.00 WIB
Pada tanggal 25 September 2024, Endemic Indonesia dan Kanopi Indonesia Indonesia bekerja sama dengan Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) mengadakan edisi keempat dari seri Ngopi Pahis (#NgobrolPintarPalingHits) yang berjudul “Bincang Ornitologi Indonesia.” Acara sukses ini dilaksanakan di Gedung Soeparwi, Sekolah Vokasi UGM. Sorotan acara ini adalah presentasi dari Dr. Sebastianus Van Balen, seorang pakar ornitologi dan penulis terkenal, yang berbagi wawasan menarik tentang dunia burung.
Seminar ini berfokus pada ornitologi di Pulau Jawa, membahas penurunan yang mengkhawatirkan dari spesies burung seperti Sunda Pied Fantail, Black Drongo, dan Java Sparrow. Dr. Sebastianus Van Balen yang akrab disapa Pak Bas, juga membahas fenomena yang dikenal sebagai Shifting Baseline Syndrome (SBS), di mana manusia cenderung menerima ekosistem yang terdegradasi sebagai kondisi normal yang baru. Ia menekankan pentingnya berbagai lanskap, termasuk rawa, semak, dan mangrove, bagi populasi burung, serta menyajikan data sejarah yang menunjukkan penurunan drastis dari spesies yang dulunya melimpah.
Selama sesi diskusi, Pak Bas mendorong generasi muda untuk berkontribusi pada upaya pelestarian burung. Ia menekankan bahwa tidak cukup hanya mendokumentasikan apa yang diamati saat pengamatan burung; para anak muda juga harus memperhatikan perilaku burung, vokalisasi, dan aspek lain dari ekologi mereka. Ia menyoroti pentingnya menyajikan temuan observasi dengan cara yang dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat umum.
Beni Kusmanto selaku mahasiswa Pengelolaan Hutan 2021 sekaligus ketua PPBJ, memperkuat ide bahwa acara ini berfungsi sebagai wadah bagi siapapun untuk belajar dan menyalurkan minat mereka dalam konservasi, khususnya dalam ornitologi. Ia mendorong sesama mahasiswa pengelolaan hutan yang memiliki minat pada burung dan konservasi untuk mencari peluang belajar di luar kelas. Beni menekankan pentingnya memanfaatkan waktu untuk mengeksplorasi pengetahuan baru, karena ada banyak platform yang tersedia untuk mendukung pengembangan diri.
Format hybrid dari acara ini memungkinkan lebih dari 30 peserta untuk bergabung baik secara langsung di Gedung Soeparwi maupun melalui Zoom. Pendekatan inklusif ini memastikan bahwa audiens yang beragam dapat terlibat dengan topik konservasi burung, yang terkait erat dengan isu-isu yang lebih luas seperti perubahan iklim, biodiversitas, dan kesehatan ekosistem.
Presentasi Pak Bas tidak hanya informatif tetapi juga menginspirasi, saat ia berbagi anekdot pribadi dari pekerjaan lapangannya yang luas. Ia menggambarkan keindahan keragaman burung di Jawa dan kebutuhan mendesak untuk upaya konservasi guna melindungi spesies-spesies ini dari kepunahan. Semangatnya untuk ornitologi bergema di antara audiens, memicu diskusi tentang peran individu dalam menjaga lingkungan.
Acara ini juga berfungsi sebagai pengingat akan keterkaitan semua makhluk hidup dan ekosistem yang mereka huni. Seiring dengan perubahan iklim yang terus mengancam habitat, pelestarian burung dan lingkungan mereka menjadi semakin penting. Wawasan Pak Bas menyoroti perlunya tindakan kolektif untuk mengatasi tantangan ini dan melestarikan biodiversitas untuk generasi mendatang.
Sebagai kesimpulan, Bincang Ornitologi Indonesia oleh Dr. Sebastianus Van Balen adalah acara penting yang menyatukan mahasiswa, penggemar, dan ahli di bidang ornitologi. Acara ini menekankan pentingnya pendidikan, kesadaran, dan partisipasi aktif dalam upaya konservasi. Saat dunia menghadapi tantangan lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, acara seperti ini memainkan peran penting dalam membangun budaya konservasi dan tanggung jawab di kalangan generasi muda.
Penulis: Alifio Hammam
Tags : Vokasi UGM, SDGs poin ke-13, SDGs poin ke-15, PPBJ, Kanopi Indonesia, Endemic Indonesia