Pengelolaan hutan kemasyarakatan (HKm) memiliki peran krusial dalam menyejahterakan masyarakat sekitar hutan. Melalui skema perhutanan sosial, masyarakat diberikan kesempatan untuk mengelola hutan secara mandiri, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan memperbaiki kualitas hidup. Namun, pengelolaan hutan tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, melainkan juga pada aspek lingkungan. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah potensi hutan dalam menyerap karbon, yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Karbon berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Hutan berfungsi sebagai penyerap karbon terbesar di bumi, sehingga mampu mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Selain itu, hutan juga merupakan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna, sehingga berperan penting dalam menjaga keanekaragaman hayati. Pelestarian hutan sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan nomor 13 tentang aksi mengatasi perubahan iklim dan tujuan nomor 15 tentang kehidupan di darat.
Upaya untuk mengukur dan menduga potensi serapan karbon di hutan kemasyarakatan (HKm), dilakukan penelitian yang dindanai oleh Dana Masyarakat Sekolah Vokasi UGM di tiga KTHKm di Kabupaten Kulon Progo, yaitu KTHKm Mandiri, Menggerejo, dan Sukomakmur yang berada di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 7724 tahun 2019 tentang Penghitungan Stok Karbon Hutan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa KTHKm Sukomakmur memiliki potensi biomassa, simpanan karbon, dan nilai serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua KTHKm lainnya. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan jumlah biomassa pada setiap KTHKm yang di pengaruhi oleh jumlah pohon yang beragam dengan jenis tanaman meliputi; pinus, jati, sonokeling, mahoni, nangka, kayu putih, dan lain-lain. Selain itu juga dipengaruhi oleh besaran dimensi batang yang sangat variatif meliputi diameter dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan hutan di HKM Sukomakmur lebih efektif dalam menyerap karbon dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim. Rerata nilai cadangan karbon di KTHKm Desa Hargowilis tergolong baik yaitu 147,61 ton/ha. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change atau disingkat IPCC (2006), hutan yang berkategori baik memiliki kandungan karbon sebesar 138 ton/ha atau lebih. Faktor pendukung tersebut adalah kawasan kerapatan yang cukup tinggi sehingga mempunyai cadangan karbon cukup baik. Program perhutanan sosial dapat berkontribusi pada penurunan emisi karbon sesuai agenda FOLU Net Sink 2030. Perhutanan sosial diperkirakan dapat berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 24,6 juta ton CO2eq atau setara dengan kontribusi 18 persen.
Langkah untuk meningkatkan pengelolaan hutan dan kesejahteraan masyarakat pengelola Hutan Kemasyaratan (HKm), diperlukan beberapa solusi. Pertama, perlu dilakukan peningkatan skala kelembagaan dan kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan. Kedua, perlu adanya dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mendukung pengembangan Hutan Kemasyaratan (HKm), serta penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Ketiga, perlu dilakukan pengembangan produk-produk berbasis hutan yang bernilai tambah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan, diperlukan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak. Perguruan tinggi dapat berperan dalam memberikan dukungan penelitian dan pengembangan teknologi, dan transfer pengetahuan. Dinas terkait dapat berperan dalam penyusunan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan program. Masyarakat sebagai pengelola hutan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan. Dengan sinergi yang baik, diharapkan pengelolaan hutan di Indonesia dapat semakin baik, berkelanjutan, dan pencapaian berbagai poin SDGs.